Definisi dari sebuah
trend naik seperti ini:
Trend naik adalah kondisi dimana pergerakan harga terus
mencetak higher low (titik terendah yang lebih tinggi) dan higher high (titik
tertinggi yang lebih tinggi).Jadi, ketika trend naik, syarat utama yang harus
dipenuhi adalah level terendah dari hari ini, lebih tinggi dari level terendah
kemarin. Sedangkan level tertingginya,
bisa saja lebih rendah, tapi alangkah baiknya jika level tertingginya lebih
tinggi dari kemarin.Dengan kata lain: Ketika trend sedang naik, maka harga
penutupan pada hari ini, harus lebih tinggi dari level terendah kemarin. KETIKA TREND NAIK, JIKA POSISI HARGA
PENUTUPAN PADA HARI INI LEBIH RENDAH DARI LEVEL TERENDAH KEMARIN, MAKA KITA
HARUS SUDAH CURIGA BAHWA TREND NAIK SUDAH BERAKHIR. Ketika trend naik dan harga
hari ini bakal ditutup dibawah harga terendah kemarin, pasti ada yang
salah. Kemungkinan besar, trend sudah
berubah dari naik menjadi turun.
Kondisi tersebut, berlaku vice versa (kebalikannya) ketika
kita mengamati sebuah trend turun.
Definisi dari sebuah trend turun adalah sebagai berikut:
Trend turun adalah kondisi dimana pergerakan harga terus
mencetak lower high (titik tertinggi yang lebih rendah) dan lower low (titik
terendah yang lebih rendah).Dengan kata lain: ketika trend harga sedang turun,
tapi harga kemudian membuka peluang untuk ditutup diatas level tertinggi sehari
sebelumnya, maka kita juga harus sudah curiga, bahwa trend turun tersebut sudah
berakhir. Ketika trend turun dan harga
hari ini bakal ditutup lebih tinggi diatas harga terendah kemarin, pasti ada
yang salah. Kemungkinan besar, trend
sudah berubah dari turun menjadi naik.
Pengaruhnya bagi
seorang trader
Trader adalah mereka yang berusaha mengambil keuntungan dari
pergerakan harga jangka pendek. Rule of
the game-nya sebenarnya sangat sederhana: Beli ketika mau naik, dan jual ketika
mau turun. Ketika terdapat tanda bahwa
trend berubah menjadi naik, anda harus melakukan posisi beli, dan ketika trend
berubah menjadi turun, anda harus sedapat mungkin keluar dari posisi, dan
melakukan posisi jual. Itulah sebabnya, saya kemudian menyarankan agar
rekan-rekan menggunakan rules yang sederhana:
Ketika anda memiliki posisi beli sedangkan harga berpotensi
untuk ditutup dibawah level terendah sehari sebelumnya, itu berarti anda harus
menyadari bahwa ‘pasti ada sesuatu yang salah’, dan disitu anda harus melakukan
posisi jual, atau setidaknya mulai mengurangi posisi, melihat akan kemungkinan
terjadinya pembalikan arah trend, dari trend naik menjadi trend turun.
Ini juga berlaku kebalikannya:
Ketika trend harga sedang turun dan anda tidak memiliki
posisi, kemudian harga berpotensi untuk ditutup diatas titik tertinggi dari
pergerakan harga sehari sebelumnya, maka itu berarti sudah waktunya anda
melakukan posisi beli, karena bisa jadi, trend harga selanjutnya akan berubah
dari trend turun menjadi trend naik.
Yah… anda mungkin tidak langsung beli disitu. Anda melihat suport saat itu, dan anda
melakukan posisi beli disitu. Tapi
minimal: anda harus beli, karena trend jangka pendek, sudah bukan trend turun
lagi.
Dalam trading, ketika membeli saham, yang dicari oleh
seorang pemodal adalah keuntungan, bukan tambahan stress. Menyesuaikan posisi dengan trend harga jangka
pendek, adalah cara paling efektif untuk trading tanpa stress. Beli ketika mau naik, jual ketika mau
turun. Cuman ada sisi negatifnya yang
membuat ‘orang sekuritas’ seperti saya menjadi senang: cara seperti ini, akan
membuat anda bertransaksi secara massif, relatif lebih besar jika dibandingkan
cara sebelumnya. Bagaimana tidak, anda
bakal bertransaksi beli jual lebih sering dibandingkan sebelumnya, karena anda
tidak bakal memiliki posisi nyangkut.
Tapi… sekali lagi: ketika anda trading, ketika anda mulai
melakukan transaksi saham, apa sih yang anda cari? Keuntungan? atau tambahan
stress? Kalau anda tidak mau stress,
gunakan trading rules yang sederhana, disiplin, dan tawakal (berserah diri)
dalam memperoleh hasilnya.
Beli ketika mau naik, jual ketika mau turun.
Terakhir… berikut ini adalah beberapa hal yang menurut saya
harus dilakukan oleh seorang trader yang bertanggung jawab:
Perhatikan arah pergerakan harga, prediksi arah pergerakan
harga.
Beli ketika mau naik, jual ketika mau turun
saham, dengan P/E Ratio sekecil apapun dan dengan berita
sebagus apapun, bukanlah sesuatu yang menarik jika saham tersebut masih
memiliki potensi koreksi yang signifikan.
Transaksi dengan prediksi sendiri. Gunakan prediksi orang lain sebagai
referensi. Jangan gunakan prediksi orang
lain karena preferensi resiko dari setiap orang, bisa jadi memang berbeda.
(Pengantar: Tulisan ini sebenarnya tulisan lama… Kalau di
Member Area, tulisan ini sudah Saya release Maret 2011. Berhubung Saya sedang baik hati… Hehehe…
Berhubung bulan Ramadhan juga… Saya
share disini deh… Semoga berguna buat anda semua. Untuk penggolongan sahamnya, sebenarnya
bersifat fleksibel, tidak kaku. Selain
itu, penggolongannya juga bisa berubah sesuai dengan selera dari Market. Jadi Anda bisa atur sendiri sesuai selera
Anda. Apa yang ada pada tulisan ini
hanyalah sebagai panduan. Terima kasih)
Sector rotation
(rotasi sektor) sebenarnya bukan teori baru.
Sam Stovall dalam bukunya, Standard & Poor’s Sector Investing: How
to Buy The Right Stock in The Right Industry at The Right Time sudah
menjelaskan secara gamblang bagaimana atau mengapa terjadinya rotasi sektor
ini. ‘Teori Gerbong Kereta Api‘ yang
akan saya bahas disini, ide dasarnya sebenarnya kurang lebih sama:
harga saham bergerak dalam suatu kelompok/gerbong,
harga saham-saham yang ada dalam satu kelompok/gerbong akan
bergerak naik atau bergerak turun bersama-sama,
kelompok-kelompok/gerbong-gerbong ini akan bergerak
bergantian, dimana kelompok/gerbong yang bergerak akan menjadi penggerak IHSG,
atau setidaknya menjadi sentimen utama dari pergerakan IHSG.
Perbedaan antara sector rotation dengan teori gerbong,
terletak pada kriteria pembagian dari kelompok saham-saham tersebut. Jika pada sector rotation saham-saham
dikelompokkan berdasarkan sektor industrinya, dalam teori gerbong, terdapat
saham-saham dikelompokkan berdasarkan dua variabel: sektor dan
kapitalisasi. Kapitalisasi menjadi
penting karena di Bursa Efek Indonesia, fund manager sebagai pemain utama dari
pergerakan pasar, memang lebih memperhatikan saham-saham dengan kapitalisasi
besar dibandingkan dengan saham-saham berkapitalisasi kecil. Ini karena benchmark dari performance mereka
adalah IHSG. Jadi mereka memang lebih fokus pada saham-saham yang
kapitalisasinya besar dibandingkan dengan yang kapitalisasinya kecil.
Berdasarkan kedua faktor tersebut, saham-saham yang
diperdagangkan pada IHSG kemudian terbagi menjadi beberapa gerbong:
Gerbong Executive:
Saham-saham Big Caps
Meliputi saham-saham dengan kapitalisasi pasar yang paling
besar yang dengan mudah mengontrol pergerakan IHSG. Saham-saham ini juga harus berasal dari
sektor yang sedang naik daun. Bisa juga,
saham dengan kapitalisasi terbesar di dalam sektor yang sedang menjadi fokus
dari pelaku pasar. Saham yang termasuk
dalam golongan ini adalah: ASII, BMRI,
BBRI, BBCA, UNVR, TLKM, UNTR, ITMG, GGRM, PTBA, AALI, INTP, SMGR
Gerbong Kelas Bisnis:
Saham-saham Blue Chip Kelas Atas
Meliputi saham-saham dengan fundamental yang kuat,
dianalisis oleh banyak analis fundamental, tapi bukan menjadi pilihan utama
karena masalah kapitalisasi. Contohnya:
Perbankan: BDMN, BBNI
Komoditas: LSIP,
INCO, ANTM, ADRO, HRUM
Infrastruktur/Konstruksi:
PGAS, JSMR, ADHI, WIKA
Konsumsi: INDF, ICBP
Properti: BSDE, ASRI
Gerbong Kelas Dua:
Saham-saham Blue Chip lainnya
Saham-saham dengan fundamental jelas, dianalisis oleh cukup
banyak analis fundamental, tapi kapitalisasinya tergolong menengah. Contohnya:
Perbankan: BBTN,
BNGA, BJBR
Komoditas: TINS,
SGRO, HRUM
Konsumsi/Retail:
KLBF, MPPA, ICBP
Infrastruktur/Konstruksi:
ISAT, SMCB, PTPP, WSKT,
Properti: ELTY, CTRA,
CTRS, SMRA, MDLN
Gerbong Kelas Tiga
Saham yang termasuk golongan ini, analis fundamental memang
masih tertarik. Akan tetapi,
ketertarikannya sangat tergantung dari kekuatan market. Biasanya, fund manager baru tertarik oleh
saham-saham ini setelah saham- saham gerbong diatasnya sudah dirasakan agak
kemahalan. Jadi, saham-saham ini biasanya
hanya likuid jika saham-saham yang lain dirasakan sudah tidak menarik lagi. Penggolongannya bukan karena sektornya, tapi
lebih karena ‘ide-ide’ yang membuat saham itu menjadi menarik. Contohnya adalah:
Low P/E stocks: CPIN,
JPFA, GJTL, dll
Kereta Makan
Anda tidak menemukan saham-saham kesayangan anda di
gerbong-gerbong yang awal tadi? Jangan
kuatir. Jangan-jangan saham anda
termasuk dalam golongan saham ‘Kereta Makan’ (alias Gorengan). Saham-saham ini adalah saham yang
kapitalisasinya relatif kecil, analis kurang begitu berminat (atau malah tidak
berminat), fundamentalnya tidak terlalu jelas (karena analis fundamental juga
malas untuk mengamati), penggeraknya lebih karena market maker, dan fund manager asing tidak terlalu berminat
karena mereka tidak cukup bodoh untuk masuk ke dalam perangkap market
maker. Pembagian dari kelompok ini,
biasanya tergantung dari grup market makernya.
Sebagai contoh:
Grup Bakrie (BTEL,
DEWA, ENRG, dll)
Grup Lippo (MLPL,
LPLI, LPIN, LPKR, dll)
Grup Sinar Mas (INKP,
TKIM, BSIM, BSDE, dll)
Grup Medco (MEDC,
SDRA, dll)
Grup Cokro (MYRX,
dll)
Saham-saham properti
(KIJA, DART, DILD, dll)
dan masih banyak juga
grup-grup yang saya tidak bisa sebutkan satu.
_________________
Bagaimana hukum pergerakan harga sahamnya?
Pada prinsipnya, hukum pergerakan harga saham dari Teori
Gerbong ini, kurang lebih sama dengan hukum dari sector rotation:
Harga saham akan bergerak bersama-sama dalam satu ‘Gerbong’
Gerbong-gerbong tersebut akan bergerak bergantian sejalan
dengan siklus IHSG
Pada suatu fase awal dari pergerakan trend, saham yang
bergerak pada umumnya adalah saham-saham Gerbong Executive.
Pergerakan Gerbong Executive ini akan diikuti oleh
pergerakan pada Gerbong Bisnis, Gerbong Kelas Dua, dan Gerbong Kelas Tiga.
Pergerakan saham Gerbong Kelas Dua, atau Gerbong Kelas Tiga
sering kali menandai bahwa kondisi ‘pasar sudah kemahalan’, atau ‘trend naik
sudah berlangsung terlalu panjang’.
Pergerakan Gerbong Kelas Tiga sering diikuti dengan berakhirnya trend
naik jangka panjang.
Saham yang termasuk dalam Gerbong Kereta Makan,
pergerakannya tergantung pada ketat atau tidaknya pihak bursa dalam menjaga
pasar. Dulu, pada jaman Pak Erry
Firmansyah, Gerbong Kereta Makan ini bergerak bersama-sama dengan Gerbong Kelas
Dua, atau Kelas Tiga. Akan tetapi,
pergantian Direksi BEI ternyata mengubah suasana. Direksi BEI yang sekarang terlihat lebih
permisif terhadap saham-saham yang tergabung dalam Gerbong Kereta Makan. Wal hasil: Gerbong Kereta Makan ini bergerak
kapan saja, semaunya.
Rotasi antar Gerbong ini berlangsung terus menerus sesuai
dengan siklus trend dari pasar.
Teori Gerbong ini akan menentukan saham-saham yang akan kita
mainkan. Teori Gerbong ini akan
menentukan saham-saham mana yang sebaiknya ada dalam portfolio kita terkait
kondisi market yang tengah kita hadapi.
Dalam fase-fase awal sebuah trend, biasanya saham-saham Kelas Executive
akan menjadi pilihan. Setelah
saham-saham executive ini bergerak terlalu mahal (berarti kita biasanya sudah
profit taking), baru perhatian kita bisa terarah pada saham-saham yang ada di
gerbong lainnya, terutama Gerbong Bisnis, dan Gerbong Kedua.
So… Jika anda bertanya-tanya, kenapa saya hanya mau main
Saham Kelas Executive? hehehe…
jawabannya sederhana: saham-saham ini kapan saja akan bergerak. Sehingga saya tinggal menentukan strategi
positioning (beli-jual) yang benar, agar saya bisa memperoleh keuntungan.
Happy trading… semoga
untung!!!
Tidak ada komentar:
Write komentar